Politik dan Strategi Nasional
MONEY POLITIK
Definisi dari Money Politic
Politik uang adalah suatu bentuk
pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan
haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu
pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau
barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang
umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik
menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara
pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada
masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka
memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.
Kehidupan politik sejatinya adalah
untuk mewujudkan idealisme bagi masyarakat dan negara. Namun dalam prakteknya
politik adalah untuk mempengaruhi dan menggiring pilihan dan opini masyarakat
dengan segala cara. Sehingga, seseorang dan sekelompok orang bisa meraih
kekuasaan dengan pilihan dan opini masyarakat yang berhasil di bangunnya atau
dipengaruhinya. Ini memerlukan modal atau dukungan pemilik modal. Sehingga
wajar jika seseorang dan partai perlu mengarahkan dana yang tidak sedikit. Oleh
karena itulah muncul suatu fenomena yang kita kenal dengan politik uang (money
politic). Pemilu menjelma menjadi ajang pertaruhan yang besar. Namun sangat
sulit untuk mengharapkan ketulusan dan ketidakpamrihan dari investasi dan
resiko yang ditanggung politisi.
Pengertian money politic, ada
beberapa alternatif pengertian. Diantaranya, suatu upaya mempengaruhi orang
lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli
suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik
milik pribadi atau partai unatuk mempengaruhi suara pemilih (vooters).
Pengertian ini secara umum ada kesamaan dengan pemberian uang atau barang
kepada seseorang karena memiliki maksud politik yang tersembunyi dibalik
pemberian itu. Jika maksud tersebut tidak ada, maka pemberian tidak akan
dilakukan juga. Praktik semacam itu jelas bersifat ilegal dan merupakan
kejahatan. Konsekwensinya para pelaku apabila ditemukan bukti-bukti terjadinya
praktek politik uang akan terjerat undang-undang anti suap.
Dari penjelasan di atas kita bisa
ambil benang merahnya bahwa money politic atau politik uang itu merupakan
tindakan penyimpangan dari kampanye yang bentuknya dengan cara memberikan uang
kepada simpatisan ataupun masyarakat lainnya agar mereka yang telah mendapatkan
uang itu agar mengikuti keinginan orang yang memliki kepentingan tersebut.
Selain itu juga money politic bukan hanya uang, namun juga bisa berbentuk
barang, biasanya bisa berupa beras, mie, ataupun bahan-bahan sembako. Money
politic biasanya dilakukan kepada masyarakat yang ekonominya rendah, karena itu
lah sasaran mereka.
Penyebab terjadinya money politic di Indonesia
Seperti teori kausalitas dikatakan
bahwa ada akibat karena ada sebab, begitu juga permasalah yang satu ini, pasti
ada penyebab atau latar belakang dari terjadinya money politic di negeri
Indonesia yang telah mencoreng esensi dari demokrasi.
Dalam masalah ini bisa kita
analogikan, apabila kita ingin mengendari mobil, tentu saja kita harus memiliki
mobil, setelah memiliki mobil tentu saja agar mobilnya berjalan tentu saja
harus ada bahan bakarnya, begitu juga yang di lakukan oleh para calon
legislatif. Partai politik merupakan kendaraan mereka, dan agar mereka bisa
lolos menjadi anggota legislatif maka perlu lah modal berupa materi yaitu uang,
disinilah mereka memulai caranya dengan
mengiiming-imingkan masyarakat dengan bentuk materil agar mereka dapat dipih
oleh masyarakat.
Tentu saja pasti ada alasan
mengapa masyarakat menerima uang atau suapan lainnya yang di berikan para calon
legislatif. Seperti kita tahu bahwa kodrat manusia itu tidak pernah cukup,
tidak kita sangkai bahwa memang manusia sangat menyukai uang karena memang
itulah kebutuhan pokok manusia. Selain itu masa kampanye pun bisa dijadikan
ajang penambah pendapatan mereka. Ada alasan lain juga, mungkin itu sebuah
kekesalan masyarakat akan kinerja wakil rakyat selama ini, masyarakat berpikir
bilamana mereka telah duduk di tahtanya otomatis mereka akan lupa terhadap
janji-janji dan harapan-harapan yang telah mereka orasikan, kedekatan semasa
kampanye akan berakhir secara spontan, jadi masyarakat seolah berpikir ada
baiknya para caleg di manfaatkan sewaktu masa kampanyenya.
Dijelaskan Sudjito (2009),
filosofi manusia modern mempunyai beberapa ciri. Di antaranya, pertama, manusia
modern hidup berdasarkan rasionalitas yang tinggi. Kedua, kebutuhan manusia
terfokus pada materi kebendaan. Di antara materi kebendaan yang dipandang
memiliki nilai tertinggi adalah uang.[9]
Edy Suandi Hamid (2009) yang
melihat dari kacamata ekonomi, menilai money politic muncul karena adanya
hubungan mutualisme antara pelaku (partai, politisi, atau perantara) dan korban
(rakyat). Keduanya saling mendapatkan keuntungan dengan mekanisme money
politic. Bagi politisi, money politic merupakan media instan yang dengan cara
itu suara konstituen dapat dibeli. Sebaliknya, bagi rakyat, money politic
ibarat bonus rutin di masa Pemilu yang lebih riil dibandingan dengan
program-program yang dijanjikan.
Dalam pendekatan konflik, kita
bisa lihat bahwa bentuk konflik yang terjadi dalam fenomena money politic ini
adalah konflik laten, karena konflik yang terjadi tidak dapat dilihat dengan
kasat mata, namun dapat dirasakan dari fenomena yang terjadi, yaitu persaingan
para caleg yang berusaha memperoleh suara konstituen dengan membagi-bagikan
uang. Namun ada kalanya bentuk konflik tersebut berubah menjadi konflik over
(manifest) ketika money politic ini muncul ke permukaan dan menimbulkan konflik
secara nyata, seperti saling menjatuhkan antara caleg, dan bentuk persaingan
lain yang tidak sehat. Belum lagi konflik antara pendukung salah satu caleg
yang agak fanatis untuk memenangkan calegnya, tentu akan menghalalkan segala
cara, termasuk dengan politik uang yang dianggap paling efektif dalam
mengumpulkan suara untuk para caleg yang sedang bersaing.
Teori konflik yang lain yang dapat
digunakan untuk mengkaji fenomena di atas adalah teori hubungan masyarakat.
Teori hubungan masyarakat menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi
yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan/persaingan di antara
kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat (Anonim, 2008). Fakta dari teori
di atas dapat dilihat dari fenomena money politic, seperti yang terjadi di Desa
Perancak, dari tidak adanya hubungan yang baik secara berkelanjutan antara
caleg dan konstituennya. Dalam artian sebelum kampanye dimulai, antara caleg
dan masyarakat yang diharapkan bisa memilih dirinya tidak pernah saling ada
hubungan, atau bahkan tidak saling mengenal.
Hubungan seperti ini tentu saja
mengancam posisi seorang caleg, yang kemungkinan akan gagal karena tidak mendapat
suara dalam Pemilu yang digelar karena para konstituen tidak mengenal dirinya.
Sosialisasi baik melalui media massa, spanduk, baliho, SMS, ataupun di
internet, juga tidak begitu efektif untuk mengumpulkan suara karena masyarakat
merasa tidak memiliki ikatan emosional dengan caleg yang bersangkutan. Oleh
karena itu, satu-satunya cara untuk mendapat dukungan suara dari masyarakat
yang realistis dan (mungkin saja) materialistis adalah dengan politik uang,
yaitu membagikan uang kepada konstituen dengan timbal balik masyarakat mau
memilih caleg yang memberikan uang. [10]
Adapun penyebab dari terjadinya
money politic karena kurang dijungjungnya Hak Asasi Manusia. Para calon
legislatif memberikan uang ataupun suapan dalam bentuk lainnya dan meminta agar
masyarakat yang menrimanya memilih mereka ketika Pemilu, itu merupakan suatu
pelanggaran Hak Asasi Manusia. Kita bisa lihat bahwa di dalam UUD 1945 pasal
28E ayat (2) berbunyi : “ Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Tentu
saja money politic merupakan pelanggaran Hak Asasi seseorang dalam menentukan
pilihan. Atas dasar karena mereka telah mendapatkan uang suapan dari para
caleg, akhirnya mereka bisa saja memilih tidak sesuai dengan hati nuraninya,
namun karena atas dasar balas budi kepada calon legislatif yang telah membantu
mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Selain itu penyebab terjadinya
money politic bisa disebabkan kurang tegasnya hukum di Indonesia. Pasal 73 ayat
3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi: "Barang siapa pada waktu
diselenggarakannya pemilihan umum menurut
undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik
supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia
menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara
paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima
suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu."[11] Adapula peraturan
lainya yaitu dalam Undang-Undang Pemilu No. 10 tahun 2008 pasal 84 telah di
peringatkan bahwa “Dalam hal terbukti pelaksana kampanye menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye
secara langsung ataupun tidak langsung agar: memilih calon anggota DPR, DPRD
provinsi, DPRD kabupaten/kota tertentu; atau memilih calon anggota DPD tertentu
(huruf d dan e), dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”.
Kita bisa lihat di atas, bahwa
money politic atau tindak penyuapan merupakan pelanggaran dalam penyelenggaraan
Pemilihan Umum. Walaupun aturan ini sudah tertlulis tegas tetapi masih banyak
pelanggaran pelanggaran yang terjadi, hal ini bisa membuktikan bahwa memang
hukum di Indonesia masih kurang di tegakkan. Hal yang dilakukan oleh para penjual
suara dan para pembeli suara di pasar Politic, sangat bertentangan dengan
peraturan yang ada. Namun sampai saat ini belum ada tindakan yang signifikan
terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut, bahkan seakan-akan legal-legal saja.
Kinerja dari Banwaslu atau Badan
Pengawas Pemilu perlu di pertanyakan apakah kinerja yang telah mereka lakukan
sudah sesuai dengan prosedur atau sudah sesuai dengan amanah yang di percayai
rakyat kepada mereka agar mengawasi Pemilu sesuai dengan aturan. Tidak bisa
kita pungkiri bahwa masih banyak penegak hukum yang melanggar hukum, sungguh
permasalahan itu sangat memukul bangsa Indonesia.
Sejumlah pengamat juga meragukan
hasil kualitas pemilu. Hal ini dikarenakan praktek money politic yang semakin
merebak sebagai buntut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perolehan
suara terbanyak. Partai politik telah bersekongkol dengan menganggap money
politic merupakan hal biasa dan wajar. Sebab, yang terjadi saat ini praktik
money politic sudah terdidik dan terkoordinir. Mahkamah Konstitusi (MK) juga
dinilai telah berperan melanggengkan praktek money politic ini dengan
menetapkan suara terbanyak berbasis individu sebagai pemenang bagi caleg yang
akan terpilih nantinya. Hal ini akan membuat caleg akan bersikap pragmatis
hanya untuk sekadar memenangkan pemilu tanpa melihat kepentingan rakyat.
Permasalahan money politic juga
bisa membuktikan bahwa masyarakat masih belum memahami dan menjalankan
demokrasi dengan benar. Menerima suapan yang di berikan para calon legislatif
bukti bahwa masyarakat tidak menghargai arti dari demokrasi, bukan hanya
masyarakatnya saja yang merusak demokrasi namun merekalah para calon legislatif
yang menjadi aktor penghancur nilai-nilai demokrasi bangsa Indonesia ini.
Money Politik Melalui Pendekatan Teori
a. Teori Konflik
Kesenjangan kepentingan antara
Caleg dan aturan (undang-undang) yang berlaku dapat dilihat dari kacamata teori
ilmu sosial. Fenomena di atas dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan atau
teori konflik. Teori konflik ini salah satunya mengkaji penyebab timbulnya
konflik dalam masyarakat. Salah satu teori yang menyebabkan timbulnya konflik
adalah teori kebutuhan masyarakat.
Teori Kebutuhan Manusia berasumsi
bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia
(fisik, mental, dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi (Navastara,
2007). Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering
merupakan inti pembicaraan. Sasaran dari teori ini adalah membantu pihak-pihak
yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama
kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, dan agar pihak-pihak yang mengalami konflik
mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.
Dalam tataran pendekatan di atas,
money politic dapat dilihat dari latar belakang terjadinya. Caleg dalam kasus
di atas melakukan politik uang karena mereka membutuhkan sesuatu dari usahanya
membagi-bagikan uang kepada konstituennya tersebut. Adapun kebutuhan yang
mereka inginkan adalah kedudukan dan uang, yang mungkin akan mereka dapatkan
setelah menjadi salah satu pemilik kursi di parlemen. Mungkin ketika seorang
caleg tidak akan bersaing jika ia dipilih karena dukungan murni dari
konstituennya.
Teori konflik yang lain yang dapat
digunakan untuk mengkaji fenomena di atas adalah teori hubungan masyarakat.
Teori hubungan masyarakat menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi
yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan/persaingan di antara
kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.[14]
Dalam teori konflik ini bisa kita
simpulkan bahwa seharusnya money politic itu terjadi apabila para calo
legislatif memiliki hubungan baik dengan masyarakat. Tidak perlu diberi uang
untuk melancarkan para caleg, masyarakat pasti memilih mereka karena sebelumnya
telah memiliki hubungan baik dengan masyarakat. Memang tidak dapat dipungkiri
bahwa di zaman sekarang ini mungkin sulit sekali untuk mencari orang yang
demikian karena masyarakat lebih percaya kepada uang , dibandingkan dengan
caleg yang mengumbar janji belaka, tanpa ada perjuangan nyata untuk rakyat yang
memerlukan. Tapi ini bisa dihalangkan apabila cara yang dilakukan para calon
legislatif dengan cara pendekatan dan memiliki hubungan yang baik terlebih
dahulu dengan masyarakat.
b. Struktural Fugsional
Teori struktural fungsional
mengasumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari
berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut
berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari
sistem. Fokus utama dari berbagai pemikir teori fungsionalisme adalah untuk
mendefinisikan kegiatan yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem
sosial. Terdapat beberapa bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus
perhatian, antara lain : faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi,
pembagian kerja dan nilai atau norma yang berlaku.[15]
Talcott Parsons melahirkan teori
fungsional yang dalam pemikirannya mempunyai komponen utama adanya proses
diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari
sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan
makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah,
umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk
menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam
golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan (Widodo, 2008).
Bahasan tentang struktural
fungsional Parsons ini akan diawali dengan empat fungsi yang penting untuk
semua sistem tindakan. Suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan
pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem.[16] Parsons
menyampaikan empat fungsi yang harus dimiliki oleh sebuah sistem agar mampu
bertahan, yaitu :
1. Adaptasi, sebuah sistem harus
mampu menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Pencapaian, sebuah sistem harus
mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Maksudnya dalam hal ini segala
setiap kegiatan pemerintahan harus sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia yang
tertera pada Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4. Bila segala sistem pemerintahan
sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia mungkin money politic tidak akan terjadi
di bangsa Indonesia.
3. Integrasi, sebuah sistem harus
mengatur hubungan antarbagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus dapat
mengelola hubungan antara ketiga fungsi penting lainnya. Dalam hal ini
dimaksudkan agar setiap lembaga di pemerintahan berjalan sesuai fungsi nya baik
dari badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif agar sistem pemerintahan ini
bisa berjalan secara efektif.
4. Pemeliharaan pola, sebuah
sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual maupun
pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Francesca Cancian memberikan
sumbangan pemikiran bahwa sistem sosial merupakan sebuah model dengan persamaan
tertentu. Model ini mempunyai beberapa variabel yang membentuk sebuah fungsi.
Penggunaan model sederhana ini tidak akan mampu memprediksi perubahan atau
keseimbangan yang akan terjadi, kecuali kita dapat mengetahui sebagian variabel
pada masa depan. Dalam sebuah sistem yang deterministik, seperti yang
disampaikan oleh Nagel, keadaan dari sebuah sistem pada suatu waktu tertentu
merupakan fungsi dari keadaan tersebut beberapa waktu lampau.
Tataran teoretis di atas mengenai
struktural fungsional dapat digunakan untuk mengkaji fenomena money politic
yang juga terjadi di Indonesia. Sesuai dengan teori ini, masyarakat maupun
caleg dari partai tertentu serta penyelenggara pemilu (KPU), merupakan bagian
atau subsistem dari suatu sistem politik di Indonesia. Dahl (1994; lihat pula
Fatah, 1994), mengemukakan salah satu kriteria penting dalam sistem demokrasi,
termasuk Indonesia, adalah adanya partisipasi rakyat dalam pemilihan umum,
selain kriteria yang lain. Masing-masing dari subsistem tersebut mempunyai
fungsi tertentu yang sesuai dengan kedudukannya di dalam masyarakat.
Masing-masing fungsi dan peran dari suatu subsistem akan saling berinteraksi
dan saling melengkapi dengan subsistem yang lain.
Dalam suatu sistem politik,
khususnya di Indonesia, rakyat sebagai konstituen mempunyai peran sebagai
pemilih yang memiliki suara. Sedangkan caleg berperan sebagai peserta yang ikut
dalam Pemilu pada suatu partai tertentu yang akan menuju kursi parlemen. Dan
untuk menuju ke kursi parlemen seorang caleg memerlukan dukungan suara dari
konstituen yang memiliki hak suara. Dan KPU sebagai penyelenggara KPU adalah lembaga
yang berperan dalam memfasilitasi kedua kepentingan di atas serta melegalisasi
hasil dalam Pemilu. Oleh karena itu, untuk menghasilkan sesuatu yang berarti
bagi sistem demokratisasi politik Indonesia, maka komponen atau subsistem
tersebut harus bekerjasama dalam mencapai suatu sinergi dalam mencapai
kepentingan masing-masing. [17]
Dari kedua pendekatan teori ini,
teori konflik maupun teori pendekatan fungsional bisa dijadikan alat untuk
memecahkan fenomena menganai money politik. Dari cara-cara yang telah di atas
dipaparkan yang terpenting untuk mencegah terjadinya money politic yaitu dengan
meningkatkan kualitas iman dan taqwa para politisi, karena dalam hal ini agama
bisa membentengi kita agar tidak melakukan hal-hal yang negatif.
Dampak dari money politic di Indonesia
Banyak sekali dampak yang
dihadirkan akibat dari money politic, baik itu dampak bagi masyarakatnya maupun
dampak bagi para calon legislatif itu sendiri. Dampak bagi para calon
legislatif sendiri ada dua sisi, yang pertama apabila mereka berhasil terpelih
karena suksesnya money poltic yang mereka lakukan, maupun dampak dari kekalahan
para calon legislatif yang gagal dalam money politic yang mereka lakukan.
Bagi para calon legislatif yang
gagal dampaknya ialah bila mereka imannya kurang , mereka bisa saja menjadi
gila, atau psikologi nya terganggu, karena kita bisa banyak temukan para calon
legislatif yang gila karena mereka gagal menduduki kursi legislatif. Selain
karena kurang suara, tidak sedikit para calon legislatif yang gagal karena terbukti
melakukan pelanggaran, ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula, sudah
keluar uang banyak taidak terpilih dan akhirnya tertangkap pula, akibatnya
rumah sakit lah yang menjadi ujung perjuangan mereka.
Dampak lainnya kita perhatikan
dari sisi apabila para calon legislatif itu berhasil melenggang mendapatkan
kursi legislatif akibat dari money politik. Dalam hal ini dampak yang sangat
harus kita waspadai ialah penyalahgunaan jabatan, karena bisa kita lihat banyak
kasus-kasus korupsi di ranah legislatif. Mereka berfikir karena mereka sebelum
menduduki kursi legislatif mereka sudah habis modal besar-besaran, sehingga
saat itu lah yang menjadi cara agar modal yang telah habis mereka gunakan money
politic kembali lagi, istilah lainnya “balik modal”. Tidak dapat dipungkiri
banyak sekali proyek-proyek yang bisa menimbulkan korupsi yang tidak sedikit.
Selain itu akibat dari tidak
kompetennya para legislator bisa semakin memperkeruh keadaan yang parah,
menjadi semakin parah keadaan pemerintahaan di Indonesia. Mereka para caleg
umumnya hanya bisa mengumbar janji tidak tahu seperti apa kompetensi yang
mereka miliki dan hasilnya hanyalah korupsi dan korupsi yang menghiasi berita
berita di media masa.
Selain itu bila kita melihat dari
sisi agama, Rasulullah Saw bersabda,
"Jika amanah disia-siakan, tunggulah saat kehancuran". Sahabat
bertanya: "Bagaimana menyia-nyiakan amanah itu?" Rasul menjawab:
"Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat
kehancurannya" (HR Bukhari). Hadits ini diperkuat dengan sejumlah ayat
Alquran dan hadis lain tentang keharusan umat Islam menyerahkan amanah kepada
ahlinya. Dalam Surat An-Nisa: 58 Allah Swt menegaskan, Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya
dengan adil. Menyerahkan amanah kepada bukan ahlinya juga menjadi salah satu
tanda akhir zaman (kiamat).[18]
Kita bisa lihat sudah
ada penjelasan dari hadist dan ayat suci Al-quran, yang pada intinya bahwa
apabila suatu amanah diberikan kepada orang yang tidak sesuai dengan
kapabilitasnya makan tunggu akan kehancuran yang di akibatkannya. Sungguh itu
merupakan sesuatu yang sangat kita tidak inginkan karena siapa yang ingin
apabila negaranya hancur.
Mengenai dampak dari money politic
tentu saja ada dampaknya bagi masyarakat sendiri. Money politic bisa dijadikan
ajang mencari penghasilan, masyarakat awam tidak mempedulikan nilai nilai dari
demokrsi yang terpenting baginya ialah mereka telah mendapatkan uang atau
bentuk penyuapan lainnya. Dampak lainnya ialah masyarakat harus berhutang budi
kepada mereka yang telah memberikan uang agar masyarakat memilih mereka. Dalam
hal inilah Hak Asasi seseorang dalam menentukan pilihan yang tidak
diperhatikan. Selain itu dampaknya bisa tidak ada kepercayaan lagi dari
masyarakat kepada para wakil-wakil rakyat. Dengan adanya ketidakpercayaan
masyarakat terhadap para calon pemimpin memberikan efek negatif bagi para
elit-elit dengan menghambur-hamburkan uang dalam waktu sekejap, demi kekuasaan
semata.
Money politic bisa juga berdampak
perpecahan antar masyarakat, karena masyarakat telah berhutang budi kepada
calon legislatif yang telah memberikan bentuk penyuapan, sehingga sikap fanatik
akan timbul dan mereka menganggap para calon legislatif lainnya buruk
dibandingkan yang mereka dukung, disinilah akan terjadi konflik antar pendukung
masing-masing para calon legislatif. Sangat disayangkan apabila terjadi
perpecahan yang terjadi di masyarakat akibat permainan para politisi dengan
money politic.
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia
Undang Undang No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
Budiardjo, M. 2009.Dasar-Dasar Ilmu Politik. JAKARTA : Gramedia Pustaka
Utama.
Pratono, W. 2010. Money Politik di Indonesia. [Online].
Tersedia:http://njimetamorphose.blogspot.com/2010/03/money-politik-di-indonesia.html
(13 Juni 2012)
Prawida, N. 2010. Politik Uang. [Online].
Tersedia:http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_uang.html (13 Juni 2012)
Sanjaya, A. 2010. Money Politic dalam demokrasi. [Online].
Tersedia:http://adisanjaya24.blogspot.com/2010/06/money-politic-dalam-demokrasi-suatu.html (13 Juni 2012)
Sudjito. 2009. Money Politik: Penyakit Demokrasi Liberal. [Online]. Tersedia:http://www.yogyakartaonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=363:pemilu&catid=1:latest-news.html
(13 Juni 2012)
Wadyotama, R. 2012. Tradisi Money Politik. [Online].
Tersedia:http://pkntradisimoneypolitik.blogspot.com.html (13 Juni 2012)
Yanuardian, K. 2007. Manajemen Konflik: Definisi dan Teori-teori Konflik.
[Online].Tersedia:http://jepits.wordpress.com/2007/12/19/manajemen-konflik-definisi-dan-teori-teori-konflik.html
(13 Juni 2012)
Widodo, S. 2008. Perspektif teori tentang perubahan sosial struktural
fungsional dan psikologi sosial. [Online].
Tersedia:http://learning-of.slametwidodo.com/
2008/02/01/perspektif-teori-tentang-perubahan-sosial-struktural-fungsional-dan-psikologi-sosial/html
(13 Juni 2012)
Komentar
Posting Komentar